Pada Senin malam, 7 Juli 2025, hujan deras memicu amblesan mendadak di Jalan Denpasar–Gilimanuk, tepatnya di depan Pasar Bajera, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali. Longsor ini membentuk sinkhole sedalam 8 meter dan langsung membuat ruas tersebut tak bisa dilewati—menyebabkan lalu lintas terganggu secara signifikan.
Pemerintah daerah segera menutup akses jalan untuk keamanan publik. Penutupan ini berdampak luas terhadap wisatawan dan logistik dari Jawa menuju Bali, khususnya dari Pelabuhan Ketapang–Gilimanuk menuju Denpasar.
Analisis awal menunjukkan penyebab utama adalah runtuhnya saluran irigasi bawah badan jalan akibat usia lapisan aspal yang sudah tua. Struktur tanah di sekitar tidak mampu menopang beban saat intensitas hujan tinggi.
Satuan Kerja PJN Wilayah I Bali mengajukan anggaran darurat ke BBPJN Jawa Timur–Bali. Segera dilakukan penggantian saluran dengan box culvert (gorong-gorong kotak) untuk memulihkan stabilitas dan kekuatan perkerasan jalan.
Proses awal penanganan mencakup pembatasan lajur, pemasangan rambu pengamanan, bracing baja (steel sheet pile), serta mobilisasi alat berat seperti excavator dan crane. Pekerjaan awal difokuskan pada penataan sistem drainase dan pencegahan longsor lebih lanjut.

Gubernur Bali, Wayan Koster, menargetkan perbaikan selesai dalam waktu cepat dan dinyatakan siap dibuka kembali Sabtu, 19 Juli 2025, sekitar 13 hari setelah insiden, lebih cepat dari estimasi 3 minggu semula.
Alhasil, arus kendaraan kembali normal tepat pada jadwal. Jaringan logistik dan jalur pariwisata dibuka ulang, meski kondisi jalan masih dikategorikan stabil secara fungsional.
Namun dampak jangka pendek cukup besar. Rute Denpasar–Gilimanuk melebar, memaksa truk tronton melalui jalur panjang—tembusan lewat Buleleng dan Karangasem—menambah jarak hingga 115 km dan waktu tempuh bertambah berjam-jam.
Seorang sopir truk konstruksi asal Jawa menyebut: waktu perjalanan yang biasanya 8 jam meningkat menjadi lebih dari 12 jam. Banyak yang merasa kelelahan dan khawatir akan keselamatan jalan alternatif yang lebih.
Dishub Bali menyebut bahwa masalah ini sudah diidentifikasi sejak lama, namun penanganannya terganjal oleh kurangnya kondisi jalan kering dan sulitnya memperbaiki gorong-gorong saat kondisi terendam air. Hambatan teknis ini memperlambat respons awal ketika retakan kecil mulai muncul.
Saat penutupan, daerah Bedugul–Singaraja mengalami kemacetan signifikan karena pergeseran arus lalu lintas. Petugas lalu lintas mengimbau pengendara besar untuk patuh ke jalur alternatif agar tidak memicu.
Pusat Meteorologi Bali telah mengonfirmasi bahwa nilai rizal hujan ekstrem dan gelombang tinggi hingga 6 meter merupakan faktor pemicu terbentuknya sinkhole ‒ akibat tekanan air berlebihan ke struktur bawah.
Secara keseluruhan, insiden ini membuka perhatian serius terhadap kualitas infrastruktur jalan dan sistem drainase di wilayah rawan curah hujan tinggi seperti Tabanan. Pemerintah diperhadapkan pada tuntutan untuk memperkuat daya tahan sistem drainase dan perencanaan jalur utama tahan cuaca ekstrem ke depan.
Baca: APBD Buleleng Disahkan Fokus pada Infrastruktur Dan Jalan Rusak