Ubud, Bali – Suasana Ubud kembali hangat dengan semangat sastra setelah kehadiran sejumlah penulis baru yang meluncurkan karya perdana mereka di sebuah acara bertajuk Ubud New Voices Literary Gathering. Acara ini digelar di salah satu kafe sastra terkenal di kawasan Ubud dan menjadi magnet bagi pecinta buku, penulis senior, serta wisatawan yang tertarik dengan budaya literasi Bali.
Acara ini menghadirkan enam penulis muda yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk Bali, Jawa, dan Sumatera. Masing-masing membacakan cuplikan karya terbaru mereka, mulai dari cerpen, puisi, hingga novel pendek yang sarat pesan sosial dan nuansa budaya lokal.
Menurut panitia, tujuan utama kegiatan ini adalah memberikan panggung bagi penulis baru untuk berinteraksi langsung dengan pembaca. “Kami ingin memperkenalkan suara-suara baru yang segar, jujur, dan relevan dengan isu-isu masa kini,” ujar Made Surya, salah satu kurator acara.
Para pengunjung terlihat antusias menyimak setiap pembacaan karya. Beberapa bahkan mencatat kutipan favorit mereka di buku catatan atau mengunggahnya ke media sosial, menjadikan acara ini trending di kalangan komunitas literasi Bali.
Salah satu penulis yang mencuri perhatian adalah Ayu Maharani, dengan cerpen berjudul Senja di Pasar Sukawati. Karyanya menggabungkan romansa dan potret kehidupan pasar tradisional Bali, memikat pembaca dengan deskripsi yang kaya dan alur yang emosional.
Selain pembacaan karya, acara ini juga diisi dengan diskusi santai tentang tantangan penulis muda di era digital. Topik yang dibahas mencakup peran media sosial dalam membangun audiens, hingga peluang penerbitan independen yang semakin terbuka.
Penulis senior I Made Merta, yang hadir sebagai pembicara tamu, memberikan pesan inspiratif. “Menulis itu bukan hanya tentang ketenaran, tapi tentang merawat cerita dan budaya kita. Ubud selalu terbuka untuk karya yang jujur,” katanya, disambut tepuk tangan penonton.
Suasana hangat terasa saat sesi open mic dibuka, di mana pengunjung bebas membacakan karya mereka. Beberapa turis asing bahkan ikut tampil, membacakan puisi dalam bahasa Inggris yang terinspirasi dari keindahan alam dan kehidupan di Bali.
Acara ini juga menjadi ajang networking bagi penulis, penerbit, dan komunitas literasi. Banyak percakapan akrab terjalin di sela-sela acara, membahas potensi kolaborasi untuk proyek sastra di masa depan.
Stan buku yang tersedia di lokasi menyediakan karya penulis baru dengan harga terjangkau. Pengunjung dapat langsung meminta tanda tangan penulis di tempat, menciptakan interaksi yang personal dan hangat.
Tak hanya itu, musik akustik dari seniman lokal turut mengiringi jalannya acara, membuat suasana semakin nyaman. Aroma kopi Bali yang khas menambah kesan intim bagi para hadirin yang menikmati diskusi panjang tentang sastra.
Bagi beberapa penulis, ini adalah kesempatan pertama mereka tampil di depan publik. Banyak yang mengaku gugup, namun juga merasa bangga bisa membagikan karya mereka di hadapan audiens yang suportif.
Menurut data panitia, acara ini berhasil menarik lebih dari 150 peserta, termasuk pembaca setia, jurnalis budaya, dan perwakilan penerbit lokal. Kehadiran mereka membuktikan bahwa minat terhadap sastra di Ubud masih sangat tinggi.
Di akhir acara, seluruh penulis dan penonton berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Senyum lebar menghiasi wajah para penulis baru, menandakan semangat yang semakin membara untuk terus berkarya.
Panitia berencana menjadikan Ubud New Voices Literary Gathering sebagai agenda rutin tahunan. Dengan begitu, akan semakin banyak penulis baru yang mendapat kesempatan memperkenalkan karya mereka, memperkuat posisi Ubud sebagai pusat kreativitas sastra di Indonesia.
Baca: Pameran Seni untuk Maestro Tari Bali Menarik Perhatian Wisatawan