DENPASAR, 7 Agustus 2025 — Bali, destinasi wisata terkemuka dunia, sedang menghadapi dua isu besar yang merusak citranya: masalah lingkungan terutama sampah, serta tingginya kasus overstay wisatawan asing yang melanggar ketentuan visa.
Darurat Sampah: Wisatawan Jadi Penyumbang Utama
Pantai-pantai populer seperti Pantai Kuta kini sering dipenuhi tumpukan sampah sejak pagi hari. Berdasarkan pantauan Kompas pada Januari 2025, pengunjung terpaksa menutup hidung karena bau busuk dari sampah plastik sekali pakai, sisa makanan, hingga batok kelapa. Situasi ini membuat wisatawan merasa risih dan menggerus citra keindahan Bali sebagai destinasi wisata premium.
Menurut data Bali Partnership-Systemiq, pada 2019 timbulan sampah harian mencapai 4.821 ton, dan lebih dari setengahnya tidak tertangani. Keberadaan sampah ini juga berdampak pada ikan hasil tangkapan yang terkontaminasi dan dikonsumsi manusia, memperburuk dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Kompas
Pemerintah Provinsi Bali sejak Februari 2025 memperketat pelarangan plastik sekali pakai, sesuai Peraturan Gubernur Nomor 97 Tahun 2018 dan Surat Edaran Nomor 02 Tahun 2025.
Kompas
Overstay Wisatawan Asing: Penegakan Hukum Diperketat
Operasi Overstay & Deportasi
- Mei–Juli 2025: Operasi “Wira Waspada” memeriksa tiga WNA (Prancis, Kirgistan, Belgia) dan mengarah pada deportasi 148 orang sepanjang tahun ini. Dari total tersebut, 66 kasus terkait overstay yang melebihi batas izin tinggal. Setiap overstay dikenai denda Rp 1 juta per hari atau deportasi jika tidak mampu membayar.
- April 2025: WNA asal Turkiye berinisial AK dideportasi setelah overstay selama 40 hari.
- 15 Mei 2025: WNA Estonia (PM, 47 tahun) diamankan Timpora di kawasan wisata Taman Ulun Danu Bulian, setelah meresahkan pengunjung dalam keadaan mabuk dan ketahuan overstay selama 10 hari tanpa membayar denda.
- 2024: Imigrasi berhasil menangkap 24 WNA overstay dari berbagai negara seperti Nigeria, Ghana, Tanzania. Banyak yang tidak memiliki paspor dan berbasis di kawasan wisata seperti Canggu.
Pengetatan Regulasi Visa dan Hukuman Lebih Tegas
Mulai 29 Mei 2025, aturan perpanjangan visa berubah: meski dapat diawali online, proses perpanjangan harus diselesaikan secara tatap muka di kantor imigrasi. Ketidaktahuan aturan ini menyebabkan banyak wisatawan terjebak, mendapatkan masalah saat keberangkatan atau membayar denda mahal. Contohnya, seorang wisatawan Australia kehilangan penerbangan dan mengeluarkan biaya tambahan > $2.000 akibat aturan baru ini.
Dampak Terhadap Citra dan Pariwisata Bali
- Gubernur Bali Wayan Koster (Juni 2025) menyatakan bahwa meski masalah seperti sampah dan turis nakal meningkat, kunjungan tetap naik: rata-rata 20.000 turis asing dan 10–11 ribu turis domestik per hari, dengan kenaikan 11 % dari tahun sebelumnya. Namun, dia mengakui isu tersebut tetap menjadi tantangan serius dan menegaskan tindakan tegas telah dilakukan.
- Aksi overstay dan kelakuan turis yang meresahkan tidak hanya berdampak ekonomi, tetapi juga sosial dan budaya. Warga lokal merasa ruang hidup mereka semakin terdesak, harga properti melonjak, dan persaingan usaha lokal terus tergerus oleh orang asing yang bekerja secara ilegal tanpa izin.
Rekomendasi dan Tindakan Pemprov
- Perluasan Operasi Imigrasi: Terus memperkuat operasi deteksi dan penegakan hukum terhadap WNA overstay serta pelanggaran izin tinggal. Upaya patut dipertahankan dan diperluas ke daerah-daerah populer seperti Canggu dan Ubud.
Edukasi Visa Wisatawan: Sosialisasi terkait perubahan aturan perpanjangan visa diwajibkan tatap muka; disebarluaskan melalui situs resmi, bandara, dan agen perjalanan luar negeri.
News.com.au - Pengelolaan Sampah Terpadu: Perkuat kebijakan larangan plastik sekali pakai, sinergi pengelola wisata, hotel, serta masyarakat lokal, serta kampanye wisata bersih secara konsisten.
- Kampanye “wisata bertanggung jawab”: Mendorong wisatawan dan industri pariwisata untuk lebih peduli terhadap dampak lingkungan, budaya, dan sosial. Pemerintah dan LSM dapat bekerja sama mengadakan program komunitas bersih, pengurangan sampah, dan pelibatan wisatawan.
Kesimpulan:
Bali tetap menjadi magnet yang tak tergantikan di industri pariwisata global, namun dua isu besar—sampah wisatawan yang menumpuk dan kasus overstay warga asing—mulai mengikis reputasinya. Pemerintah Provinsi Bali telah menekan aturan dan melakukan penertiban, tapi agar pulau ini tetap lestari, aksi terpadu dari seluruh pihak—pemerintah, masyarakat, pelaku usaha, dan wisatawan—sangat diperlukan.