Desa Adat Bebalang Terapkan Sistem Pemilahan Sampah

Desa Adat Bebalang Terapkan Sistem Pemilahan Sampah

Bali – Desa Adat Bebalang kini menjadi pelopor baru dalam pengelolaan lingkungan berkelanjutan setelah resmi menerapkan sistem pemilahan sampah di tingkat rumah tangga. Upaya ini dipuji sebagai langkah progresif untuk menjaga kelestarian budaya sekaligus lingkungan desa adat di tengah meningkatnya kepedulian terhadap isu sampah plastik dan polusi.

Desa Adat Bebalang, yang berada di wilayah kabupaten Tabanan, memperkenalkan aturan adat (Pararem) baru pada Mei 2025 yang mewajibkan setiap rumah tangga memisahkan sampah organik dan non-organik sejak sumbernya. Aturan ini disusun bersama dengan tokoh adat dan dinas lingkungan, serta sudah disosialisasikan ke seluruh krama desa melalui rapat adat dan sosialisasi formal.

Ketua Majelis Desa Adat Bebalang, I Ketut Suryawan, mengatakan program ini dirancang untuk memudahkan pengelolaan sampah sekaligus menjaga keindahan dan kesucian lingkungan adat. “Kami yakin pemilahan sejak awal akan mengurangi beban pengolahan di akhir,” ujarnya. Sejumlah desa di Bali sebelumnya sudah sukses menerapkan konsep serupa, tetapi Bebalang menjadi yang pertama di sekitar Tabanan.

Pelaksanaan awal dimulai dengan pembagian dua tempat sampah berbeda kepada tiap keluarga—satu untuk sampah organik, satu lagi untuk plastik dan kertas. Setelah dikumpulkan, sampah organik diolah menjadi kompos melalui teba modern yang disiapkan di area belakang rumah warga. Sedangkan non-organik dikirimkan ke bank sampah lokal, kemudian dijual ke daur ulang.

Salah satu warga, Ni Luh Ayu, mengaku mendapat wawasan baru dari kegiatan ini. Ia merasa sistem ini mudah diterapkan dan sangat membantu menjaga lingkungan rumah. “Saya dan keluarga sekarang terbiasa memisahkan sampah, dan rumah terasa lebih bersih,” ujarnya.

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan mendukung penuh. Kepala DLH menyatakan akan memasok truk sampah khusus untuk mengambil sampah non-organik secara terjadwal ke bank sampah, serta menyusun modul edukasi untuk sosialisasi lebih lanjut ke sekolah dan banjar.

Selain edukasi dan perangkat dasar, Desa Adat Bebalang juga memberikan insentif bagi krama yang konsisten memilah sampah—misalnya voucher belanja kecil atau piagam penghargaan tiap bulan. Ini menjadi tambahan motivasi bagi warga, terutama mereka yang enggan memulai kebiasaan baru.

Desa Adat Bebalang juga menyusun jadwal gotong royong lingkungan setiap pekan sekali, di mana warga saling bekerja sama membersihkan jalan setapak, selokan, dan teba modern. Kegiatan ini memperkuat kebersamaan sekaligus mengedukasi generasi muda untuk peduli lingkungan sejak dini.

Antusiasme komunitas lingkungan di Bali segera menyoroti Desa Adat Bebalang sebagai contoh desa adat yang menerapkan sistem pemilahan inklusif. Beberapa desa tetangga sudah meminta bantuan untuk membuat pararem serupa, membuktikan bahwa model ini bisa direplikasi di seluruh Bali.

Melihat respons positif dan kesadaran warga yang tumbuh, Majelis Desa Adat berencana memperluas inisiatif ini, mencakup pengurangan plastik sekali pakai dalam upacara adat dan kampanye penggunaan kantong ramah lingkungan. Langkah ini diharapkan menjadikan Bebalang sebagai desa adat ramah anak dan lingkungan.

Program ini juga membawa manfaat ekonomi bagi warga. Hasil penjualan sampah non-organik di bank sampah dijadikan tabungan kolektif desa untuk mendanai kegiatan publik seperti renovasi pura dan pelatihan seni tradisional, menjalin antara keberlanjutan lingkungan dan budaya.

Dengan sistem pemilahan yang konsisten dan terstruktur, Desa Adat Bebalang menunjukkan bahwa perubahan kecil di akar bisa menghasilkan dampak besar. Warga bukan hanya menjaga alam, melainkan juga melindungi nilai budaya dan generasi masa depan Bali.

Baca: Kabupaten Bangli Raih Penghargaan Kota Layak Anak (KLA) Madya 2025