Bank Indonesia Gencarkan Literasi QRIS di Bali

Bank Indonesia Gencarkan Literasi QRIS di Bali

Denpasar, Agustus 2025 – Bank Indonesia (BI) terus memperkuat upaya literasi keuangan digital di Bali, khususnya melalui program percepatan adopsi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Program ini digencarkan seiring meningkatnya kebutuhan transaksi non-tunai di sektor pariwisata dan UMKM, yang menjadi tulang punggung perekonomian Pulau Dewata. BI menargetkan penggunaan QRIS semakin merata hingga pelosok desa.

Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, I Nyoman Sutrisna, menjelaskan bahwa literasi QRIS menjadi agenda utama BI pada semester II 2025. Menurutnya, Bali memiliki potensi besar karena setiap tahunnya menerima jutaan wisatawan domestik maupun mancanegara. “Pariwisata Bali membutuhkan ekosistem pembayaran yang cepat, aman, dan universal. QRIS menjawab kebutuhan itu,” ujar Sutrisna dalam konferensi pers di Denpasar.

Program literasi yang dilakukan BI tidak hanya menyasar pelaku usaha di sektor pariwisata seperti hotel, restoran, dan pusat oleh-oleh, tetapi juga pedagang kecil, pasar tradisional, hingga warung pinggir jalan. Hal ini sesuai dengan semangat inklusi keuangan agar manfaat digitalisasi bisa dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

Salah satu strategi BI adalah menyelenggarakan QRIS Go to School dan QRIS Go to Campus untuk memperkenalkan sistem pembayaran digital sejak dini. Generasi muda dinilai sebagai motor penggerak digitalisasi karena lebih cepat beradaptasi dengan teknologi. Dengan literasi yang kuat, mereka bisa menjadi agen perubahan yang mendorong lingkungan sekitar untuk menggunakan QRIS.

Selain itu, Bank Indonesia juga bekerja sama dengan pemerintah daerah, asosiasi pedagang, hingga komunitas pariwisata di Bali. Kolaborasi ini penting agar literasi QRIS tidak hanya menjadi program formal, tetapi benar-benar diterapkan dalam keseharian. “Kami ingin pelaku UMKM di desa wisata juga mampu menerima pembayaran digital dengan QRIS. Itu akan meningkatkan daya saing,” tambah Sutrisna.

Data BI mencatat, per Juli 2025 jumlah merchant QRIS di Bali telah mencapai lebih dari 700 ribu. Angka ini meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya. Namun, BI menilai masih ada kesenjangan, terutama di wilayah pedesaan dan sentra ekonomi kecil. Oleh karena itu, literasi keuangan digital digencarkan untuk mengatasi kesenjangan tersebut.

Pedagang di Pasar Badung, Denpasar, mengaku program literasi ini sangat membantu. Ni Luh Putu, salah satu pedagang sayur, mengatakan kini ia tidak lagi khawatir saat pembeli tidak membawa uang tunai. “Cukup scan QRIS, langsung masuk ke rekening. Lebih praktis, aman, dan cepat,” ujarnya. Ia juga menambahkan, sistem ini membuat pembukuan lebih rapi karena setiap transaksi tercatat.

Selain memberi kemudahan, QRIS juga memperkuat transparansi keuangan. Hal ini dinilai penting untuk UMKM yang ingin mengajukan pinjaman ke bank. Dengan transaksi yang tercatat digital, riwayat usaha lebih mudah diverifikasi oleh lembaga keuangan. Inilah salah satu alasan BI mendorong literasi QRIS di Bali.

BI juga melihat momentum penggunaan QRIS semakin penting menjelang gelaran internasional di Bali. Pada acara berskala global, para delegasi dan wisatawan mancanegara membutuhkan sistem pembayaran yang standar dan mudah dipahami. Dengan QRIS, mereka hanya perlu memindai kode dan melakukan pembayaran secara cepat, tanpa perlu repot menukar uang tunai.

Meski begitu, tantangan masih ada. Beberapa pedagang di wilayah terpencil mengaku kesulitan karena sinyal internet tidak stabil. BI bersama pemerintah daerah sedang mencari solusi, termasuk memperkuat infrastruktur jaringan telekomunikasi. “Literasi QRIS tidak bisa berdiri sendiri, harus dibarengi dengan dukungan infrastruktur,” jelas Sutrisna.

Untuk memperkuat ekosistem, BI Bali juga menggelar lomba inovasi pembayaran digital berbasis QRIS. Lomba ini diikuti oleh mahasiswa, startup, dan komunitas kreatif di Bali. Tujuannya agar generasi muda bisa melahirkan ide-ide baru untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan transaksi.

Pemerintah Provinsi Bali sendiri mendukung penuh langkah BI ini. Gubernur Bali, Wayan Koster, menegaskan bahwa digitalisasi keuangan sejalan dengan program pembangunan Bali yang berbasis ekonomi hijau dan berkelanjutan. “Dengan QRIS, kita tidak hanya bicara efisiensi, tapi juga mengurangi konsumsi kertas dan menjaga lingkungan,” kata Koster.

Pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga menyambut baik program literasi QRIS di Bali. Menurut Menparekraf, digitalisasi pembayaran dapat meningkatkan kepuasan wisatawan, sehingga pengalaman mereka selama berlibur di Bali semakin mudah dan menyenangkan. Hal ini diyakini akan berdampak positif terhadap citra pariwisata Indonesia di mata dunia.

Literasi QRIS di Bali bukan sekadar program jangka pendek. BI menargetkan agar seluruh desa wisata di Bali sudah terkoneksi dengan ekosistem pembayaran digital pada 2027. Dengan begitu, wisatawan bisa bertransaksi dengan lebih mudah, sementara masyarakat lokal mendapatkan manfaat langsung dari digitalisasi ekonomi.

Hingga kini, antusiasme masyarakat terhadap QRIS terus meningkat. Banyak pelaku usaha yang sebelumnya ragu, kini mulai terbiasa dan merasakan manfaatnya. Perubahan perilaku ini dinilai sebagai tanda positif bahwa Bali siap menjadi salah satu daerah percontohan digitalisasi ekonomi berbasis keuangan inklusif di Indonesia.

Baca: Gempa Magnitudo 4,3 Guncang Kuta Selatan